Berkenaan dengan
pemutusan hubungan kerja dapat dilihat dalam ketentuan pasal 150 UU No.13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan menetapkan bahwa ketentuan mengenai pemutusan
hubungan kerja (PHK) dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja
yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang
perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik swasta maupun
milik negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai
pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain.
Di samping itu,
KUHPerdata juga memberikan sejumlah ketentuan tambahan berkaitan dengan
pemutusan hubungan kerja. Menurut ketentuan Pasal 1603g KUHPerdata, jika
hubungan kerja diadakan untuk waktu yang tidak tentu atau sampai dinyatakan
putus, tiap pihak berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan hubungan
kerja. Hal serupa berlaku dalam hal perjanjian untuk waktu tertentu, dalam hal
pemberitahuan dipersyaratkan. Kendati begitu, baik KUHPerdata maupun UU
Ketenagakerjaan menambahkan sejumlah syarat tertentu sebelum pemberitahuan demikian
dapat diberikan.
Apabila
pemutusan hubungan kerja tidak bisa dihindarkan, ketentuan pasal 151 UU No.13
Tentang Ketenagakerjaan menetapkan tiga tahapan yang harus ditempuh dalam hal
pengusaha berkehendak untuk memutuskan hubungan kerja dengan buruh/pekerja.
Pertama,
pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/buruh, dan pemerintah, dengan segala
upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.
Berdasarkan penjelasan ketentuan ini, frasa “dengan segala upaya” merrujuk pada
aktivitas atau kegiatan positif yang pada akhirnya dapat mencegah terjadinya
pemutusan hubungan kerja, termasuk antara lain, pengaturan ulang jam kerja,
tindakan penghematan, restrukturisasi atau reorganisasi metode kerja, dan upaya
untuk mengembangkan pekerja/buruh.
Kedua, bilamana
dengan segala upaya yang dilakukan, tidak dapat dihindari pemutusan hubungan
kerja, maka maksud untuk memutuskan hubungan kerja wajib dirundingkanoleh
pengusaha dan serikat pekerja/buruh atau dengan pekerja/buruh apabila
pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/buruh.
Ketiga, jika
perundingan tersebut benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha
hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh
penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Semoga Bermanfaat...
Penulis : Agus Haryanto, S.H.